type='text/javascript'/>

Choirul Mahfud Marsahid

"berbagi adalah ibadah. this web for sharing".

Wednesday, November 09, 2011

Rumah Orang Tionghoa, Apa Uniknya?


Belum lama ini, Center for Chinese Indonesian Studies (CCIS) Universitas Kristen Petra Surabaya menggelar seminar dengan mengambil tema ”Rumah Orang Tionghoa, Apa Uniknya?”.

Walau sederhana, seminar ini terlihat unik dan asyik. Acara yang dihadiri puluhan peserta tersebut menghadirkan pembicara kunci, yaitu J. Lukito Kartono, Dosen Jurusan Arsitektur UK Petra dan Peneliti CCIS UK Petra.

Secara panjang lebar, Lukito Kartono mengulas rumah tinggal orang Tionghoa. Bagi Lukito, potret rumah Tionghoa saat ini tidak bisa lepas dari pengaruh arsitektur rumah Tiongkok dan pembicaraan kapan orang Tionghoa datang ke Indonesia pertama kalinya. Serta pengaruh lokalitas di mana warga Tionghoa tinggal di negeri ini.

Di awal pembicaraan, Lukito mempertanyakan apa yang dimaksud rumah orang Tionghoa. Lalu, apakah ada pengaruh negeri Tiongkok pada arsitektur rumah orang Tionghoa di Indonesia.

Secara konsepsional, kata Lukito, ada beberapa hal yang melandasi penataan rumah tinggal orang Tionghoa di Tiongkok yang menginspirasi orang Tionghoa di Indonesia. Lukito mengutip pendapat Prof. Vincent Shen (1988) menyatakan bahwa secara filosofis penataan rumah tinggal orang Tionghoa adalah berdasarkan filosofi Konfucius yaitu Li (propriety/ sopan santun).

”Sopan santun ini mengatur hubungan antara manusia-Tuhan, suami-istri, anak-orang tua, keluarga-masyarakat. Hal ini dicerminkan dengan konsep penataan rumah tinggalnya” imbuh Lukito. Lukito memberikan contoh bahwa Sumur udara (Tien Ching), adanya udara terbuka di bagian tengah rumah tinggal yang berfungsi sebagai tempat pemilik rumah berhubungan dengan Tuhannya sekaligus tempat untuk komunikasi antar penghuni rumah. Demikian pula tentang gerbang pintu masuk, setiap rumah memiliki gerbang pintu masuk sebagai tetenger bagi para tamu yang datang agar menyiapkan diri karena memasuki daerah teritorial yang berbeda.

Di Tiongkok, rumah Tionghoa juga mempertimbangkan hirarki, yaitu pada setiap rumah tinggal orang Tionghoa yang memiliki altar untuk leluhur sebagai alat untuk mengingatkan dan menghormati leluhur mereka. Hal ini akan mempengaruhi tatanan ruang tidurnya. Karena altar leluhur diletakkan di dalam bangunan paling belakang maka tatanan ruang tidurnya yang ada di sayap kiri-kanannya mempunyai urutan hirarki. Ruang tidur orang yang paling tua dalam hirarki keluarga akan diletakkan pada tempat paling belakang yang dekat dengan altar leluhur.

“Di Indonesia, pola rumah tinggal orang Tionghoa mengalami beberapa perubahan, atau mungkin lebih tepat disebut penyesuaian dengan kondisi lokal, baik terhadap kebudayaan lokal maupun kondisi geografis yang ada” ungkap Lukito.
Lukito memberikan contoh yang ada, misalnya: dalam tatanan denah terjadi perubahan perletakan altar leluhur. Kalau pada awalnya altar leluhur diletakkan pada bangunan paling belakang, maka pada tatanan sekarang altar leluhur diletakkan pada bagian depan rumah, atau lebih tepatnya di ruang tamu. Hal ini terjadi akibat adanya perubahan perletakan daerah service ke bagian belakang rumah sehingga altar leluhur tidak mungkin digabungkan dengan bagian service.

”Untuk tampak depan rumah tinggal banyak terjadi akulturasi bentuk dengan bangunan gaya kolonial Belanda. Hal ini terjadi mengingat gaya kolonial Belanda sudah lebih dulu hadir di masyarakat Indonesia saat itu dan telah mengalami penyesuaian dengan selera lokal” imbuh Lukito.

Lukito menambahkan bahwa pada altar leluhur di Indonesia memperbolehkan sinci dari keluarga perempuan diletakkan di meja altar (hasil penelitian Ong Hok Ham) padahal di Tiongkok hal ini tidak diperkenankan. Untuk sumbu (aksis) keseimbangan seringkali masih banyak digunakan pada bangunan-bangunan yang ada dan pengaplikasian lubang sumur udara di dalam rumah tinggal juga mempunyai penyesuaian. Seandainya lebar kavlingnya kecil maka lubang sumur udara diletakkan di bagian samping dalam rumah yang berbalik cermin dengan tetangga sebelahnya.

Menurut Lukito, secara umum, bangunan rumah orang Tionghoa di Indonesia dalam tatanannya tidak sama persis dengan yang ada di Tiongkok. ”Ada banyak perubahan dan pertimbangan yang dilakukan untuk melakukan akulturasi dengan kebudayaan masyarakat setempat. Proses adaptasi kebudayaan dilakukan dengan baik, sehingga tidak terjadi gesekan kebudayaan serta orang Tionghoa dapat diterima dengan baik oleh masyarakat setempat dan mereka sendiri masih dapat menjalankan kebudayaan sendiri” ujar Lukito.***

0 komentar:

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More