type='text/javascript'/>

Choirul Mahfud Marsahid

"berbagi adalah ibadah. this web for sharing".

Saturday, July 05, 2008

Agama dan Inspirasi Perdamaian


Selamat Datang: Ucapan "Welcome" bagi Partisipan WPF di Hotel Sultan Jakarta.

Oleh: Choirul Mahfud
Penulis adalah dosen Universitas Muhammadiyah Surabaya, Partisipan the 2nd World Peace Forum, Jakarta.

Belakangan ini, konflik dan kekerasan baik berupa tindakan kriminal, kekerasan politik, pelanggaran hak azasi manusia, konflik etnis, terorisme, otoritarianisme dan perang antar bangsa telah menjadi bagian dari wajah dunia yang mengganggu dan mengkhawatirkan semua manusia di seluruh kawasan dunia. Sejumlah tindak konflik, kekerasan dan terorisme, terkadang acapkali dilakukan dengan menggunakan sentimen agama dan etnis. Jika kecenderungan di atas terus berlanjut, maka masa depan umat manusia berada dalam ancaman serius. Karena itu, baru-baru ini, PP Muhammadiyah bekerja sama dengan Cheng Ho Multi Culture Trust Kuala Lumpur Malaysia, dan Center for Dialogue and Cooperation among Civilisations (CDCC) di Hotel Sultan Jakarta, menghelat The 2nd World Peace Forum (WPF) guna membahas dan mengatasi masalah tersebut.

Acara yang berlangsung selama tiga hari tersebut, 24-26 Juni, dihadiri oleh sekitar 220 tokoh dari berbagai penjuru dunia. Para tokoh dan mantan tokoh politik, religius, pebisnis, aktivis LSM, jurnalis dan cendekiawan yang hadir antara lain berasal dari Australia, Tiongkok, Kroasia, Mesir, Indonesia, Jerman, India, Iran, Italia, Jepang, Korea, Libya, Malaysia, Norwegia, Pakistan, Filipina, Rusia, Singapura, Swedia, Thailand, Timor Leste, Tunisia, Turki, Inggris, dan Amerika Serikat.

Forum perdamaian dunia kedua tersebut memilih tajuk “Addressing Facets of Violence: What can be Done?. Salah satu alasan mendasar dipilihnya masalah konflik dan kekerasan adalah muncul dan merebaknya fenomena aksi dan wacana kekerasan di berbagai belahan dunia. Menurut Din Syamsuddin, merebaknya fenomena kekerasan yang terjadi dengan berbagai latar belakang penyebab, sudah seharusnya diatasi. Kalau tidak, akan merusak perdamaian dunia. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam sambutan pembukaan forum ini menegaskan, tidak ada agama yang mengajarkan kekerasan. Dalam banyak konflik, kata SBY, sebab utamanya sebetulnya bukan benar-benar konflik agama. Melainkan, acapkali agama hanya dijadikan faktor untuk melegitimasi, memperkuat, dan memopulerkan penyebabnya, di mana dasarnya masalahnya justru ada pada perbedaan kepentingan politik, ekonomi, dan sosial.

Oleh karena itu, diperlukan dialog yang solutif dan damai. Melalui dialog, kita akan bisa bekerja sama. Kita bisa saling membantu untuk memecahkan masalah yang membuat kita saling berlawanan. Kita bisa saling membantu untuk mengatasi masalah-masalah politik, ekonomi, dan sosial yang menjadi akar permasalahan dari berbagai konflik.

Tan Sri Lee Kim Yew, Ketua Cheng Ho Multi Culture Trust Malaysia, merespon fenomena konflik dan kekerasan yang menggejala di berbagai belahan dunia bisa disikapi dengan melawan kekerasan melalui keluarga. Institusi keluarga bila diperhatikan secara serius akan mewujudkan perdamaian. Bagaimana kita harus mendidik dan mengarahkan keluarga untuk mencintai kedamaian, bukan konflik atau kekerasan. Bagi Tan Sri Lee Kim Yew, keluarga adalah lembaga pendidikan pertama yang mengajarkan nilai-nilai keluarga, termasuk kedamaian dan kebaikan. Bahkan, baik-buruknya seseorang juga dipengaruhi dari sana.

Dalam konteks Asia, lanjut Lee Kim Yew, kita memiliki nilai-nilai Asia atau nilai keluarga Asia (budaya Timur). Bila kita masih memegang nilai-nilai itu maka kita masih punya harapan untuk mengatasi konflik dan kekerasan yang terjadi di berbagai kawasan.

Prof Syafii Ma’arif, mengakui ada kalanya agama digunakan sebagai penyebab membesarnya konflik yang terjadi di masyarakat. Akan tetapi, pada dasarnya agama bukanlah sumber konflik. Bergesernya fungsi agama tersebut, karena ada sebagian kelompok masyarakat yang mengaitkan konflik dengan agama. Bahkan, mereka ini memiliki pandangan bahwa bila terlibat dalam konflik yang mengatasnamakan agama, mereka akan masuk surga. Tak heran bila kemudian konflik kian membesar. Mestinya hal itu tidak usah terjadi, sebab semua agama mengajarkan umatnya untuk selalu mengedepankan perdamaian.

Agama juga kerap menjadi sebab meredanya sebuah konflik yang berkepanjangan. Karena itulah, tokoh agama harusnya mampu memainkan peran untuk menjadikan agama tidak sebagai pemicu konflik, melainkan pereda konflik yang terjadi.

Pada sisi lain, Din Syamsuddin menengarai bahwa dampak globalisasi yang tidak merata, ketamakan, ketidakadilan, dan perampasan ekonomi menjadi pemicu kekerasan seperti yang terjadi di beberapa belahan dunia. Penggunaan senjata dan kesenjangan global, mendorong kelompok- kelompok tertentu untuk menggunakan kekerasan sebagai jalan pintas. Pemerintah harus mampu untuk mencegah dan menanggulanginya.

Hasil pertemuan lintas agama dan budaya yang digelar 24–26 Juni lalu juga menekankan pentingnya aksi organisasi sosial untuk meningkatkan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat bawah. Langkah ini untuk mengurangi ketidakadilan yang tidak merata. Masyarakat di akar rumput ini, menjadi salah satu unsur penting yang harus terlibat penuh dalam proses politik.

Keinginan untuk mewujudkan dunia yang damai dan menjadikan bumi sebagai tempat tinggal yang indah bagi manusia tidak akan terwujud selama ketidakadilan, eksploitasi pihak yang kuat terhadap yang lemah, diskriminasi, dan sikap tidak toleran terus terjadi. Kekerasan dengan segala bentuknya juga menjadi penyumbang bagi ketidaknyamanan manusia. Itu sebabnya, pemerintah dari semua negara didesak untuk lebih berani mengambil aksi mewujudkan perdamaian ketimbang melakukan kekerasan dengan segala kemampuan masing-masing di mana pun dan sampai kapan pun.

Last but not least, fungsi media massa dalam masalah ini, memiliki peran penting untuk menciptakan suasana damai, toleran dan respek terhadap hak asasi manusia. Kekuatan media sebagai penyampai pesan damai diharapkan bisa meminimalisasi kerusuhan dan kekerasan yang menggurita. Semoga.***

0 komentar:

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More