Bicara konflik dan perdamaian mungkin tak akan pernah membosankan hingga kiamat. Baru-baru ini, Center for Chinese Indonesian Studies (CCIS) Universitas Kristen Petra Surabaya kembali menggelar diskusi. Berbeda dengan diskusi sebelumnya, kali ini topik diskusi membahas tentang hasil penelitian tim CCIS UK Petra mengenai perdamaian dalam keragaman masyarakat Indonesia. Hasil penelitian pedamaian tersebut dipimpin oleh Prof. Esther Kuntjara, Prof. Thomas Santoso, Linda Bustan, Aditya Nugraha, dan Henny PS Wijaya. Paulina Mayasari, Humas CCIS UK Petra, menjelaskan bahwa latar belakang penelitian tersebut akibat maraknya konflik yang berbasis perbedaan SARA (Suku, Agama, Ras dan Antar Golongan) di Indonesia. “Relasi yang kurang harmonis, prasangka dan kesalahpahaman sering terjadi dan seringpula menimbulkan konflik dan tindak kekerasan” ungkap Paulina. Menariknya, CCIS UK Petra menilai bahwa masalah konflik dan perdamaian juga terjadi dalam masyarakat Tionghoa di Indonesia. “Sayangnya, walau usaha yang mengarah ke resolusi penyelesaian masalah sudah sering dilakukan, namun belum terkuak sehingga konflik masih sering terulang kembali” imbuh Paulina. Prof. Esther Kuntjara mengungkapkan bahwa sumber masalah penyebab konflik di masyarakat Tionghoa dan non-Tionghoa di negeri ini tidak lepas dari dua masalah. Yaitu masalah konflik internal dan eksternal. “Konflik internal ditemukan dalam masyarakat Tionghoa seperti konflik identitas etnis. Sementara konflik eksternal ketika berinteraksi dengan orang yang berbeda dengan etnis lainnya” ungkap Esther. Esther Kuntjara menjelaskan bahwa hasil penelitian CCIS UK Petra tersebut bukan tanpa proses. “Hasil penelitian ini sudah kami lakukan sejak lama. Hingga kini, sudah delapan kali Focus Group Discussion telah kami gelar untuk mendiskusikan masalah yang ada dan mencari solusi yang diharapkan” jelasnya. “Fokus sumber riset ini adalah anak-anak muda Tionghoa dan non-Tionghoa dari pelbagai Perguruan Tinggi dan organisasi yang diundang untuk berpartisipasi dalam FGD tersebut” imbuhnya. Uniknya, Esther Kuntjara memaparkan sebagian jawaban dari anak muda yang diwawancarai dalam proses penelitian, mengatakan bahwa resolusi konflik bisa ditempuh melalui banyak jalan. Diantaranya, berteman dengan lintas etnis dan agama untuk saling mengenal satu sama lain. Sementara itu, Dosen Pascasarjana UKDW Yogyakarta Paulus Sugeng Widjaya, Ph.D menyatakan bahwa kunci perdamaian selain melalui jalur struktural pemerintah, juga bisa melalui jalur kultural dan individual. “Membangun karakter pribadi yang mendamaikan merupakan kunci usaha untuk membangun perdamaian dalam keberagaman” ungkap Paulus Widjaya. “Masalah konflik dan kekerasan yang masih menjadi tantangan bagi kita semua untuk berbenah diri menuju masyarakat Indonesia yang bersatu dan damai, akan bisa diselesaikan bila pribadi masyarakat memiliki empat hal: kebajikan, orientasi yang baik (telos), narasi agung dan praktik sosial” imbuhnya.*** by: Choirul Mahfud Berita ini bisa anda akses di majalah ChinaTown Jakarta.
0 komentar:
Post a Comment