Tak kenal maka tak sayang. Cara mengenal yang baik adalah adanya keinginan untuk terus belajar. Belajar budaya Tionghoa tidak harus pergi ke negeri China. Tetapi bisa datang ke Mal di setiap saat perayaan Imlek tiba. Itulah salah satu cara mudah untuk mengenal budaya Tionghoa, khususnya budaya Imlek bagi warga kota di negeri ini.
Sebagaimana diketahui bahwa mal kini menjadi ikon dan simbol suatu kota. Di Surabaya dari pojok utara-selatan hingga barat-timur dan tengah, tak lepas dari jangkauan Mal. Bahkan Mal kini terus menjamur di mana-mana. Beberapa Mal di Surabaya yang bisa kita kunjungi antara lain: Tunjungan Plaza, ITC Mega Grosir, Grand City Surabaya, Ciputra World, Pakuwon Trade Center, Galaxy Mall, Royal Plaza, Sutos, Cito dan lain sebagainya.
Dalam konteks ini, Mal dan pasar bisa difungsikan sebagai media pembelajaran. Usaha untuk mengenal dan mempelajari budaya Tionghoa tidak harus melulu via buku, tetapi juga bisa dengan media lain, seperti pasar dan Mal. Mal menginspirasi dan memudahkan masyarakat kota untuk lebih dekat dan kenal budaya Imlek di tanah air.
Tahun 2012 ini, perayaan Imlek 2563 kembali terlihat semarak di mana-mana. Di Surabaya, perayaan Imlek bisa dinikmati di mal-mal sebagaimana tersebut di atas. Dengan hanya berkunjung dan jalan-jalan ke pasar atau Mal, seolah kita sudah berkunjung ke negeri China. Pasalnya, saat perayaan Imlek, pesona Mal telah disulap sedemikian rupa hingga menjadi warna-warni.
Ya, hampir semua Mal di Kota Pahlawan berlomba memasang dekorasi dengan hiasan dan pernik-pernik bernuansa oriental Tiongkok. Di mana-mana, bertebaran lampion dan pohon Mei Hwa, serta gambar dan foto lukisan Naga. Warna merah, emas juga cukup mencolok, bahkan mendominasi suasana.
Melalui Mal, kita bisa belajar apa saja. Setidaknya kita akan mengenal dan belajar beberapa hal tentang tradisi Imlek Tionghoa. Misalnya lampion merah. Selama perayaan Tahun Baru Imlek, lampion merah biasanya digantung di Mal, rumah dan tempat lain sebagai simbol keberuntungan. Kita juga bisa mengenal istilah angpao, yaitu sebuah bingkisan atau hadiah berupa amplop kecil berwarna merah berisi sejumlah uang.
Tak ketinggalan, dari Mal kita juga bisa melihat pertunjukan Barongsai dan event menarik lainnya terkait perayaan budaya dan tradisi Tionghoa di negeri ini. Hampir setiap tahun pertunjukan dan kejuaraan Barongsai dihelat di Mal, diantaranya bisa dilihat di Atrium ITC Mega Grosir Surabaya.
Tak hanya itu, di Mal kita akan menjumpai pernak-pernik Shio. Dalam tradisi dan budaya Tionghoa, dikenal adanya istilah Shio. Pada Imlek 2563 ini, kebetulan shio-nya adalah Shio Naga Air. Dalam tradisi budaya Tionghoa, shio ini melambangkan kekuatan, kebaikan, keberanian, dan pendirian yang teguh. Naga juga memiliki lambang kewaspadaan dan keamanan dari semua makhluk dalam mitologi China. Bahkan, naga dianggap sebagai makhluk yang tertinggi menjadi raja semua hewan di alam semesta. Sehingga dalam agama Konghucu Naga merupakan mahluk sakral, atau sebagai simbol binatang yang paling kuat. Untuk itulah naga selalu ada pada setiap tiang Klenteng, terutama pada tiang tempat sembahyang Dewa Langit.
Tentu kita boleh berharap dalam Shio Naga Air tahun ini tidak hanya kesuksesan pebisnis yang hanya berhubungan dengan unsur air saja, seperti transpotasi air, restoran sampai pedagang air minum isi ulang. Tapi Naga Air ini dapat menjernihkan, mendinginkan berbagai permasalahan sosial politik yang terjadi di tanah air.
Secara lengkap, Shio dalam penanggalan China terbagi menjadi 12 shio. yaitu Tikus, Harimau, Naga, Kuda, Monyet, Anjing, Kerbau, Ular, Kambing, Ayam, Kelinci dan Babi. Shio yang dilambangkan dari hewan atau binatang tersebut mencerminkan sifat dan simbol suatu masa tertentu. Dalam budaya Tionghoa, Shio tersebut masih terbagi lagi menjadi 5 unsur, yaitu: logam, kayu, air, api dan tanah. Pertemuan pada shio dan unsur yang sama bisa terjadi 60 tahun kemudian. Setiap pergantian shio itu disebut Tahun Imlek yang jatuh pada tanggal satu bulan pertama. atau tahun lunar, tahun yang dihitung berdasarkan peredaran bulan, dan dikombinasikan dengan peredaran matahari dan pergantian dari musim dingin ke musim semi.
Sehingga tidak aneh jika penanggalan Imlek, dalam sejarahnya, banyak digunakan para nelayan dan petani. Kalender Imlek juga disebut Nungli atau kalender untuk petani karena Imlek selalu jatuh pada musim tanam atau ketika curah hujan tinggi dan tanah siap digarap. Pergantian ini disambut dengan perayaan Imlek. Demikian pula di Indonesia, Imlek dirayakan sebagai bagian dari simbol menjalin kebersamaan dan berbagi antar sesama. Akhirnya, selamat tahun baru Imlek 2563. Gong Xi Fa Cai–Wan Se Ru Yi, Sen Thi Cien Khang.***
Choirul Mahfud, penulis adalah pegiat multikulturalisme di Lembaga Kajian Agama dan Sosial (LKAS) Surabaya.
1 komentar:
HALO, SALAM KENAL. SENANG MEMBACA TULISAN MAS. KALO BOLEH TAHU, GAMBAR ILUSTRASI YANG DIPAKAI ITU APAKAH KOLEKSI PRIBADI? SAYA MINTA IJIN UNTUK MENCANTUMKANNYA DALAM SKRIPSI SAYA. ITU DI MAL MANA YA MAS?
TRIMAKASIH.
Post a Comment